Minggu, 31 Januari 2010

Review Nokia N70


Nokia N70 adalah telepon kedua dari seri N baru, diumumkan oleh Nokia di musim semi. Semua model garis ini luar biasa dengan cara tertentu: yang N90 model karena kamera 2 megapiksel dan optik dari Carl Zeiss, Nokia N91 karena built-in hard disk. Dan di sini kita memiliki Nokia N70 baru, bahkan jika tidak yang istimewa jika dibandingkan dengan dua orang lainnya yang dijelaskan di atas. Ini adalah Symbian Series 60 smartphone sama seperti para pendahulu.

Nokia N70. Klik untuk memperbesar Nokia N70. Klik untuk memperbesar
Nokia N70

Namun, ini adalah smartphone yang brilian, yang terbaik dari semua di Seri 60. Menurut hasil tes kami, itu juga merupakan ponsel terbaik saat ini di dunia. (Catatan: MobilMania memiliki sistem rumit untuk telepon evaluasi dengan menetapkan nilai dalam persen dalam sebelas kategori dan kemudian menghitung nilai rata-rata. Nokia N70 saat ini di tempat pertama dengan peringkat dari lebih dari 200 dievaluasi handset). Nokia N70 hanya menghantam pasar dengan harga sekitar 500 euro.


Lengkap 360 ° presentasi dari telepon (AVI, DivX 5.2, 2,1 MB)

Sebagai Nokia N70 bekerja sampai pada pelopor, yang terbaik yang bisa kulakukan pasti untuk merujuk pada tinjauan atau bahkan mereka menyalin paragraf tertentu dari mereka dan menggunakan mereka di sini. Akhirnya, bagaimanapun, kami memutuskan untuk mempersiapkan N70's review dalam cara yang sama sekali berbeda, dari awal, seolah-olah kami telah diberi merek ponsel baru.

Di manakah itu cocok?

Nokia N70 adalah ponsel, yang direkayasa sebagai alat untuk berdua bekerja dan menyenangkan. Menawarkan buku telepon yang sangat baik, fungsi organizer yang baik, dan kerjasama aktif dengan PC. Ini membuat Anda di web, download email, tinjauan dokumen dalam Microsoft Office atau PDF format, dan menghubungkan Anda ke jaringan 3G. Ini adalah soal kompromi meskipun, layar kecil dan keypad selalu saja pengganti. Mereka tidak pernah menawarkan kenyamanan yang disediakan oleh perangkat yang lebih besar.

Perangkat yang dibuat untuk bekerja terutama? Lihatlah Nokia 9500 Communicator, Nokia 9300, Sony Ericsson P910i, Palm Treo 650, misalnya. Sebuah kombinasi yang mungkin dari sebuah buku catatan dan ponsel apa pun yang mengelola bagian komunikasi juga merupakan pilihan yang baik.

Adapun bagian yang menyenangkan, para pengguna smartphone Symbian tidak perlu membuat kompromi. Nokia ini dilengkapi dengan kamera yang sangat baik. Ini memiliki keunggulan video aplikasi, memainkan file MP3 dan fitur built-in radio. Permainan menawarkan juga cukup luas. Apa yang bisa dianggap sebagai kerugian adalah fakta bahwa N70 tidak menawarkan standar penggunaan game untuk N-Gage game konsol. Aku mencoba dua versi demo, tapi mereka menolak bahkan mulai. Menurut berbagai forum diskusi di internet, sebagian besar pengguna mengalami kesulitan yang sama. Karena anda akan dapat membaca sedikit lebih lanjut dalam artikel, permainan ini adalah alasan utama untuk telepon harus diformat.

Mobile yang digunakan untuk permainan? Terbaik adalah Nokia N-Gage QD.
Desain dan konstruksi: sangat baik

Kelebihan: berkualitas terbaik plastik • prospek yang baik • konstruksi padat
Cons: besar dan berat • sidik jari yang terlihat pada permukaannya • penutup slot kartu memori tampaknya goyah • penutup lensa tidak terlalu padat

Desain N70 sangat menarik. Ini bukan hanya pendapat saya. Orang-orang membicarakan telepon berpikir sama. Alasannya adalah bahwa Nokia N70 akhirnya telah diberi pandangan, yang layak untuk mewakili peralatan untuk 500 euro. Ini terbuat dari plastik, tetapi Anda tidak akan tahu sama sekali. Nokia N70 memberi kesan logam yang mewah. Bahan plastik, yang tubuh bagian dalam telepon yang dibuat, adalah padat dan menyenangkan untuk disentuh. Saya menguji versi hitam perak. Hal ini juga ditawarkan dalam kombinasi putih dan anggur merah, tapi saya pikir tidak tampak yang baik.

Nokia N70. Klik untuk memperbesar Nokia N70. Klik untuk memperbesar Nokia N70. Klik untuk memperbesar Nokia N70. Klik untuk memperbesar
Nokia N70 adalah ponsel yang sangat bagus

Apa yang benar-benar menarik adalah konstruksi dari Nokia N70: yang gelap bagian dalam ditutupi perak. Penutup belakang yang lebih kecil adalah sebuah slider. Dalam posisi dasar memenuhi miring bagian atas penutup perak depan. Bila Anda melepaskan penutup, lensa kamera muncul keluar. Cover sendiri tingkat dengan tepi bagian bawah penutup depan.

Pembangunan penutup belakang dilepas lebih baik daripada yang ada dalam model 6.681, di mana Nokia pertama kali disajikan jenis konstruksi ini. Tidak berderit. Hal ini menunjukkan sedikit bermain sebagai shell plastik membungkuk, tetapi tidak kritis. Sebuah Firasat menonjol dapat dilihat pada penutup belakang telepon ketika dilihat dari samping. Ini adalah apa yang membuat telepon lebih tebal.

Jomblo Seminggu

Sore itu, Lara masih asyik di depan komputernya untuk ngutak-ngatik tugas Pak RT bikin proposal karang taruna. Sembari nguap karena kecapean, Lara neguk es tawar yang udah tinggal seperempat gelas sampe abis. Sebentar-sebentar Lara ngelirik jam dindingnya. Udah jam tiga sore. Padahal Lara ngidupin tuh komputer dari jam sebelas siang tadi. Berarti udah cukup lama juga Lara ngeremin komputernya. Jari-jarinya yang tadi lurus mirip rambut direbonding, sekarang jadi keriting kayak abis dikepang. Tapi buat Lara, jari keriting itu udah biasa. Yang belom dia rasain tuh jari keribo. Gimana jadinya tuh?

Menulis bagi Lara emang udah jadi kerjaannya sehari-hari sejak kelas 2 SLTP sampe sekarang. Lara udah sering nyabet juara I tiap ada lomba nulis cerpen tingkat SLTP dan SMU. Udah banyak hasil tulisannya yang masuk majalah. Lara emang hobi bereksperimen dan cari tau tentang sesuatu hal-hal yang baru.

“Ra? Lagi ngapain lo?” Mia ngebuka pintu kamar Lara yang emang nggak ketutup rapet.

“Eh, Mi! Masuk aja. Ini nih, lagi bikin proposal dari karang taruna di RT gue. Eh, kalo elo mau minum, ambil aja sendiri di belakang ya,”

“Gampang! Eh, kok tadi elo nggak masuk sekolah sih? Pak Hendri tanyain elo tuh,”

“Kan gue udah nitip surat ijin ama Giri. Emangnya dia nggak kasih ke elo?” tanya Lara sambil ngebelakangin komputernya.

“Nggak tuh! Tadi gue juga nggak liat do’i. Jangan-jangan dia ikut-ikutan bolos? Atau jangan-jangan, dia punya gebetan baru?” Mia ngejek Lara. Walau sebenernya tujuan Mia cuma bercanda, nyatanya Lara jealous juga sama ucapan Mia barusan.

“Ah, peduli amat! Emangnya gue pikirin! Gue juga bisa cari gebetan baru yang lebih ganteng dari Giri,” Lara kembali ngelanjutin tugasnya.

Mia cuma meringis dengerin kalimat Lara. “Gue becanda lagi,”

“Beneran juga nggak apa-apa.” Lara cemberutin mukanya yang manis tanpa gula itu.

Mia tau, Lara emang cemburu berat kalo ngeliat Giri lagi dempetan sama cewek lain. Alapagi Giri itu salah satu cowok ter-OK di sekolahnya. Siapa juga yang rela cowoknya digandeng sama cewek laen? Padahal, Lara sendiri jarang nempel sama Giri. Dia lebih sering nempel sama komputernya daripada sama pacarnya. Makanya, Mia seneng banget ngeledekin Lara.

Mia ngebiarin Lara sibuk sama tugasnya itu. Dia nengokin dapurnya Lara buat nuang segelas air dari kulkas terus balik lagi ke kamar Lara. Tegukan pertama, ah… sueger tenan… tegukan kedua, masih juga Mia haus. Pas tegukan ketiga, Mia baru sadar kalo gelasnya udah kosong. Air yang tadinya di gelas udah pindah keperutnya.

“Rumah lo sepi banget sih? Kuburan aja nggak sepi-sepi amat. Pada ke mana?” Mia ngelanjutin omongannya pas tenggorokannya udah sejuk lagi.

“Bukan urusan lo,” jawab Lara cuek masih sembari mencet-mencet huruf demi huruf yang ada di keyboard-nya.

“Duilee… jutek banget. Masih kesel ama yang tadi ya?”

Bukannya ngejawab, Lara malah diem aja.

“Eh, gue punya kejutan buat elo! Tau nggak tujuan gue ke sini mau ngepain?” Mia coba bikin Lara penasaran.

“Nggak,”

“Tebak dong…”

“Ogah ah! Gue males main tebak-tebakan,” ujar Lara masih sembari nyalin proposal yang dia buat.

“Ah, elo payah! Gue bawa berita yang bikin elo seneng juga.”

“Bodo amat! Elo nggak ngeliat, kalo gue lagi sibuk?”

“Iya…iya gue ngerti! Tapi…”

Ka…sih…ku… sampai disini… kisah kita… jangan tangisi… keadaannya…

Bunyi ringtone hp Lara yang terletak di atas meja belajarnya terdengar cukup keras. Nih anak mellow banget deh. Ringtone-nya lagu Glenn Fredly githu loh!

Lara setengah berlari ke meja belajar buru-buru ngambil hp-nya. Takutnya keduluan sama tangan Mia. Dia tau banget kalo Mia cepet banget refleks kalo denger hp bunyi. Pengennya cepet-cepet diangkat. Nggak peduli hp siapa yang bunyi. Waktu lagi belajar matematika di kelas juga gitu pas hp-nya bu Prapti bunyi. Otomatis dia jadi bahan ketawaan di kelas waktu itu. Lagian latah sih aneh-aneh aja. Denger hp bunyi latah pengen ngangkat. Makanya, kalo Lara pergi kemana-mana, dia nggak mau ngajak Mia. Apalagi kalo naek bis. Gimana kalo ada penumpang yang hp-nya bunyi? Nggak kebayang deh…

“Halo,Gi? Sekarang ada di mana? Oo… gitu… tadi kamu nggak masuk juga ya? Mmm… apa? Lomba nulis cerpen tingkat Jabotabek? Pak Hendri nyuruh aku ikut? Oo… kalo gitu, besok aku tanyain lagi deh sama Pak Hendri. Ya udah kamu hati-hati di jalan ya! Iya nanti aku kasih tau lagi. Bye…” Lara nyudahin teleponnya.

“Giri, ya?”

“He-eh.” jawab Lara sambil cengengesan sendiri.

“Hmm… perasaan tadi elo lagi marah-marah sama gue?! Abis Giri telepon, kok marahnya nggak dilanjutin lagi sih? Udah seneng nih?” sindir Mia.

“He..he.. gue kan tadi lagi bete. Abis elo iseng sih!”

“Jadi sekarang udah nggak bete?”

Lara cekikikan. Perasaannya yang dari tadi bete, sekarang udah mendingan abis Giri telepon Lara. Walau kangennya belom ilang, yang penting betenya udah nggak nemplok lagi di otaknya.

“Eh, tadi elo mau kasih tau gue berita apa?” tanya Lara tiba-tiba.

“Barusan kan udah dikasih tau ama Giri,” Mia pasang muka manyunnya di depan Lara.

“Jadi elo mau kasih tau gue tentang lomba cerpen itu?” abis Lara nyimpen datanya yang tadi dia ketik, Lara men-Turn off komputernya. Lara lebih asyik ngorek informasi tentang lomba itu.

“Yo’i. Pengmumannya baru dipasang di Mading tadi pagi, Pak Hendri mau elo bisa ikutan lomba lagi untuk tahun ini.”

“Mmm… tapi… otak gue lagi blank banget nih! Saat ini gue sama sekali lagi nggak punya ide buat bikin cerpen,”

“Bukannya elo selalu gampang dapet inspirasi? Atau… gue kasih pilihan cerita mau, nggak?”

“Ah, ide-ide lo sih basi semua! Paling elo mau nyaranin tentang persahabatan, percintaan remaja biasa gitu kan? Gue tuh, kalo bikin cerita pengennya yang unik-unik. Yang lain dari pada yang lain. Apalagi… gue kan perlu eksperimen dulu, baru gue kembangin lewat kalimat,”

“Iya! Gue jadi inget waktu elo mau buat karya ilmiah tentang nasib tukang jamu gendong aja, elo sampe ngorbanin diri untuk ikut-ikutan ngerasain jadi tukang jamu gendong. Untungnya waktu elo buat cerita tentang tewasnya penumpang kereta api, elo nggak ikut-ikutan berdiri di tengah rel kereta, hehehe…” Mia nyengir kuda.

“Udah deh, elo nggak usah ketawa! Bikin gue tambah bingung aja,”

* * *

Lara ngaduk-aduk jus jeruknya yang masih penuh. Sementara Giri cuma mandangin kekasihnya itu tanpa suara. Nggak biasanya Lara bete kalo ada Giri di dekatnya.

“Ada apa sih? Kok muka kamu dari tadi dilipet terus kayak kertas origami? Kalo ada masalah, cerita dong…” Giri nyeruput Cappucino-nya dikit-dikit. Takut cepet abis. Soalnya nyeimbangin sama minumannya Lara yang masih penuh.

Lara ngelepas gagang sedotan yang dari tadi dia pegang. “Ri… aku… mau minta sesuatu. Boleh, nggak?” tanya Lara. Nadanya berat banget saat itu. Nggak tau berapa ton beratnya. Abis Lara nggak bawa timbangan sih, hehehe…

“Apaan?”

“Tapi… kamu harus kabulin permintaan aku,”

“Mm… tergantung permintaannya. Kalo aku bisa kabulin, pasti aku kabulin.”

“Nggak, ah! Nggak boleh main gantung-gantungan. Pokoknya, kamu harus bisa kabulin permintaan aku.” Lara ngotot.

“Emangnya, kamu mau minta apa sih?”

“Kamu janji dulu, kamu mau kabulin permintaan aku,” desak Lara.

Giri terpana ngelihat wajah manis Lara. Rasanya, dia selalu nggak bisa nolak permintaan kekasihnya itu. “Ya udah, aku kabulin. Tapi jangan susah-susah ya…” ucap Giri.

“Mm… mulai besok… kamu nggak usah SMS aku, nggak usah telepon aku, nggak usah ke rumahku dulu,”

Giri genggam kedua tangan Lara cukup erat. “Kamu nggak apa-apa kan, Ra? Kamu marah sama aku?” tangan Lara lumayan kesakitan saat itu. Kalo bukan Giri yang megang tangannya saat itu, dia pasti udah gaplokin tuh orang.

Lara menggeleng. “Bukan itu, Ri. Aku sama sekali nggak marah sama kamu,”

“Trus kenapa? Ra… kamu boleh minta apa aja dari aku. Tapi jangan yang satu itu. Terus terang, itu berat banget.”

“Aku lagi buat eksperimen…”

“Eksperimen apa lagi, Ra? Kamu tuh selalu kayak gini deh.”

Lara tersenyum simpul. Lalu ngejelasin kenapa dia nganbil sikap kayak gitu ke Giri.

Giri sih emang udah punya feeling tentang eksperimen yang dibuat Lara. Pasti untuk lomba cerpen itu. Giri tau banget siapa Lara. Kalo belom punya pengalaman, Lara nggak pernah berhasil buat cerita yang bagus. Tapi eksperimen yang kayak gimana yang mau Lara buat? Kenapa harus ngorbanin nggak boleh hubungin dia gini?

“Aku mau ngambil tema tentang cinta. Ceritanya tentang seorang cewek yang punya pacar tapi kayak nggak punya pacar. Nggak manja tapi mandiri, nggak ada rasa kangen tapi juga nggak benci, tetep setia dan nggak ada selingkuh,” Lara ngejelasin panjang.

“Kok bisa gitu?” Giri Tanya sedikit heran.

Lara sadar, semua itu pasti berat banget dia jalanin kalo nggak ada Giri. Tapi Lara tetep harus jalanin eksperimen anehnya itu. Sebenarnya, Lara bisa aja bikin cerpen tanpa harus bereksperimen. Tapi biar gimanapun pengalaman adalah guru yang sangat berharga buat Lara.

Giri ngabisin sisa Cappucino-nya yang udah nggak dingin. “Kamu udah pikir bener-bener? Kamu yakin sama keputusan kamu?” tanya Giri sekali lagi ngeyakinin Lara.

Lara ngangguk mantap. “Ya, Ri! Aku yakin. Lagipula, cuma seminggu kok. Seminggu kan cepet,” Lara tersenyum.

“Cepet apanya? Aku nggak ketemu kamu sehari aja, kangennya udah bejibun! Apalagi seminggu…”

“Aku tau… ini emang berat banget, tapi… kalo cerpenku sukses, kan kamu juga yang seneng…” Lara tersenyum lagi. Kali ini bener-bener manisnya ngalahin gula. Lalu memandang kedua mata Giri. “Ri, selama seminggu ini, aku nggak belajar di sekolah ini. Aku ikut belajar di SMU KELANA. Karena aku harus ikut seminar tentang lomba cerpen itu seharian penuh selama seminggu. Selain itu, aku juga harus konsentrasi sama cerpen yang aku buat. Nanti, buku-buku catatan kamu aku pinjam ya!” jelas Lara.

“Jadi… seminggu ini kamu pidah ke SMU KELANA? Jadi… selama seminggu ini aku bener-bener nggak ketemu sama kamu?”

“Iya…” jawab Lara singkat.

Giri menarik nafas panjang. “Asal kamu seneng, aku juga ikut seneng, Ra.”

Keduanya senyum. Berat rasanya Giri ninggalin Lara walau cuma seminggu. Gitu juga sama Lara. Giri cuma berharap, harapannya semoga satu minggu itu nggak akan jadi waktu yang lama.

* * *

Hari ini adalah hari pertama Lara ngejalanin hari-harinya tanpa Giri. Emang nggak kayak pagi yang biasanya. Lara ngebayangin waktu Giri ngejemput Lara untuk berangkat ke sekolah, waktu Lara bercanda di dalam bis berdua, waktu dia sama-sama dijemur di tengah lapangan waktu telat ikut upacara, waktu… ah, udah nggak keitung kejadian-kejadian lucu lainnya berdua Giri. Masih banyak lagi yang dia inget saat itu. Lara cuma senyum kecil sekarang.

Pagi itu SMU KELANA belum terlalu ramai. Baru ada segelintiran murid yang baru dateng. Lara nggak tau mau kemana pas dia udah sampe di SMU KELANA. Dia cuma bisa nggigit jari-jari kecilnya sembari muter-muterin kepalanya ke sekeliling sekolah.

Kantor guru! Itu tempat yang dari tadi dia cari. Di mana kantor gurunya? Lara bingung. Dua anak laki-laki dari SMU KELANA yang dari tadi ngeliat Lara kelimpungan malah iseng godain Lara.

“Cantik… mau ikut lomba cerpen ya?” goda anak lelaki yang tadi ngeliatin Lara.

“Dari sekolah mana?” tanya yang satunya lagi.

“Mm… kantor guru di mana sih?” tanya Lara sedikit cuek, masih sembari celingukan nyariin kantor guru.

“Oo… nyari kantor guru? Dari sini lurus terus belok kiri. Mentok, itu udah ruang guru. Kalo bingung, ayo gue anterin,”

“Nggak usah deh, makasih. Gue ngerti kok,” Lara ngikutin petunjuk yang dikasih sama dua cowok iseng tadi.

Sementara dua cowok itu ngeliatin Lara terus sampe bayangannya ngilang. Sialan, jutek juga tuh cewek.

Pas sampe di kantor guru, Lara diboyong ke aula khusus siswa-siswi yang ikut lomba cerpen. Aula yang kira-kira cukup untuk nampung 50-100 anak itu udah keisi sama murid-murid dari seluruh wilayah Jabotabek. Di sana Lara belajar banyak teori-teori dan teknik-teknik tentang ngarang cerpen yang bener. Ia juga nyempatin diri untuk kenalan sama beberapa murid dari sekolah lain. Nggak lupa, Pak Hendri perwakilan dari sekolah Lara ikut ngedampingin dia.

“Bagaimana perasaan kamu hari ini, Lara?”

“Senang, Pak. Apalagi Bapak dan pihak sekolah bisa mempercayakan saya sebagai wakil dari sekolah untuk ikut loba cerpen ini,” jawab Lara semangat.

“Bagus-lah kalau begitu. Apa kamu udah ada rencana judul cerpen yang akan kamu ajukan nanti?”

“Mm… belom seratus persen yakin sih, Pak! Judulnya ‘Jomblo Seminggu’,”

“Apa maksudnya Jomblo Seminggu? Kamu yakin cerpen kamu itu akan menang?”

“Ya… Bapak liat aja nanti. Yang jelas, saya akan berusaha yang terbaik untuk sekolah kita.”

Pak Hendri ngangguk-angguk tanda setuju.

Hari kedua, ia mulai mengarang cerpennya itu. Mula-mula, untuk buat kata-katanya emang cukup sulit. Tapi lama-kelamaan dia mulai kebiasa. Kata demi kata, kalimat demi kalimat, udah dia susun beberapa halaman untuk dijadiin suatu cerita yang menarik. Baru empat halaman ia selesain, Lara matiin komputernya. Lomba cerpen kali ini mengapa tak membuatnya lebih bersemangat?

Tunit tunit…

Bunyi nada SMS di HPnya terdengar cukup keras. Dari Giri.

“Ra, lg ngpain? Sbk ya? aku kgn bgt sm km…”

Giri, seandainya ia ada di sini aku pasti bisa ngerjain cerpen ini lebih cepet. Rasanya saat ini, aku ingin di dekat Giri… Lara naruh hp-nya di dekatnya. Sebenernya, dia pengen banget ngebales sms Giri. Tapi… udahlah…

Hari ketiga, masih di SMU KELANA. Seminar-seminar yang diadain panitia malah ngebuat kepala Lara pusing. Ia pikir, sebenarnya nggak ada seminar pun dia bisa ngebuat cerpen itu. Wong itu dari khayalannya sendiri kok. Seminar-seminar itu nggak gitu penting baginya. Bukannya sombong nih. Abis, percuma! Semua ilmu yang diajarin panitia sama sekali nggak ada yang nyangkut di otaknya.

Hari keempat, Lara bete banget. Lagi-lagi seminar yang membosankan. Sama sekali komputer yang isinya karangan cerpennya itu nggak digubrisnya hari ini. Jujur, Lara nggak bisa ngelupain Giri. Ternyata jauh dari Giri tuh enggak enak banget. Walau do’i nyebelin, dia kangen banget sama Giri. Semua ide-idenya hari ini buyar karena bayangan wajah Giri yang full ngeluberin isi otaknya. Lara nggak bisa lagi ngebendung rasa kangennya yang udah ngembrek di hatinya. Setiap hari SMS Giri tak pernah ia balas. Tetapi ia harus bertahan dengan keadaan ini. Justru Lara semakin tau, seperti ini rasanya pengalaman ditinggal kekasih.

Hari kelima, Lara merasa jenuh. Bener-bener rasa jenuh yang ugh! Nggak bisa diungkapin pake kata-kata. Akhirnya, tujuh halaman cerpen hasil karyanya udah ia selesain, walau belum seratus persen selesai. Dia masih harus ngedit lagi untuk lebih nyempurnain alur ceritanya.

“Pak, ini cerpen saya. Silahkan Bapak baca dulu,”

“Cepat sekali, Lara. Baru lima hari kamu ikut seminar, cerpen kamu sudah selesai. Ini cerpen ‘Jomblo Seminggu’ yang kamu maksud?” tanya Pak Hendri.

“Iya, Pak.”

Pak Hendri ngebaca tulisan Lara kalimat demi kalimat. Selang beberapa menit, Pak Hendri tersenyum. Ia cukup puas dengan hasil karya Lara itu. Tapi, masih ada beberapa kesalahan kecil di cerpen itu. Pak Hendri memberi solusi dan saran untuk lebih menyempurnakan ‘Jomblo Seminggu’.

“Ceritanya bagus, jangan lupa kamu perbaiki yang salah tadi.”

“Iya, Pak.”

Lara tahu, bikin cerpen itu nggak segampang bikin pisang goreng. Sekarang dia harus ngedit kalimat-kalimat yang salah tadi. Rasanya, kepalanya udah mau pecah karena setiap hari ia harus berhadapan di depan komputer. Tiba-tiba ia teringat lagi dengan kekasihnya itu.

Saat ini, Giri lagi ngapain, ya? Apa ia juga inget sama aku? Jangan-jangan, di luar sana dia udah punya gebetan lain?! Nggak mungkin! Uuuh…! Jadi mikir yang enggak-enggak! Giri… aku kangen sama kamu…

Ka…sih…ku… sampai disini… kisah kita… jangan tangisi… keadaannya…

Lara terkejut ketika bunyi hape Lara terdengar cukup keras. ia mandangin nama Mia yang tertera di ponselnya.

“Hai, Mi!” sapanya pelan. Ia lalu merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

“Hai ibu cerpenis! Masih idup, lo? Giri udah cerita sama gue. Gue kira, elo nggak tahan jadi jomblo seminggu.” Ledek Mia.

“Sebenernya, gue emang nggak tahan. Tapi tetep aja gue harus tahan-tahanin,”

“Kasian tuh, Giri uring-uringan terus nggak ada lo!”

“Yang bener, Mi?”

“Untung nggak gantung diri!” canda Mia. “Gue kasian ngeliat dia. Di kelas bawaannya bete… melulu. Diatas meja bukannya ada buku-buku pelajaran, malah ada foto-foto elo. Bagusnya nggak ketawan guru,” tambah Mia.

“Tapi Giri baik-baik aja, kan?” tanya Lara cemas.

“Elo sih… pake ada acara jomblo seminggu segala! Bikin cerpen sih bikin cerpen, Ra! Tapi jangan nyiksa gitu dong…” ucap Mia. Ia mindahin selularnya itu ke tangan kirinya. “Dia yang nyuruh gue telepon elo! Dia juga nyuruh gue tanyain kabar lo! Abis, pintu rumah lo tertutup buat dia. Udah gitu, kalo dia yang coba telepon elo nggak pernah angkat. SMSnya juga nggak pernah elo bales, kan?”

“Emang. Lagian tuh anak nekat banget sih? Udah gue bilang nggak usah hubungin gue, masih juga SMS gue, telepon gue, kan gue jadi…”

“Itu berarti dia care sama elo, tau!” potong Mia. “Sukur-sukur, dia nggak ngelirik cewek lain! Padahal, banyak lho anak-anak kelas satu yang godain Giri. Malah, ada juga yang ngasih Giri surat cinta. Kirain, Giri tuh udah putus sama elo.”

“Itu sih gue nggak kaget lagi, Mi. Anak-anak kelas satu sih emang kelewat centil! Jangankan nggak ada gue. Waktu gue ada disamping Giri aja, anak-anak kelas satu itu masih juga ngelirikin Giri. Eh, ngomong-ngomong… elo nggak takut pulsa lo bengkak nih? Tumben elo telepon gue lama,”

“Tenang aja. Pulsa gue ini dibeliin sama Giri kok. Demi elo, Non!”

Lara mendesis. “Pantes…”

“Eh, terus gimana pengalaman elo selama dikarantina?”

“Karantina? Ngaco! Emangnya, gue mau masuk AFI/KDI gitu? Nggaklah, gue tetep pulang ke rumah. Tapi… bete banget di sana. Dikit-dikit seminar. Dikit-dikit pengarahan. It makes me bored, you know?

“Wajar dong… Ra, kalo elo ngetop ajak-ajak gue ya!”

“Elo tuh ada-ada aja. Gue kan cuma ikut lomba bikin cerpen. Bukan ikut casting sinetron.”

“Eh, jangan salah, Non! Rachmania Arunita aja, yang bikin novel ‘Eiffel I’m In Love’ itu sekarang jadi ngetop abis gara-gara novelnya masuk bioskop,”

“Udah selesai belom ngomongnya?” sindir Lara.

“Jahat lo! Gue masih betah ngobrol sama elo juga.”

“Gue udah nggak betah, tau! Gue capek nih, mau bobo. Soalnya besok gue kudu dateng pagian. Biasa, seminar lagi…”

“Embeeer! Ya udah, deh. Paling juga abis ini Giri hubungin gue. Dia mau tanyain kabar lo sama gue. Ra, elo kapan balik ke sekolah lagi? Bukan cuma Giri aja yang kangen sama elo. Temen-temen juga tuh,”

“Mm… kayaknya tiga hari lagi deh gue balik ke sekolah. Gue juga kangen nih sama temen-temen. Mi, bilang juga ya, sama Giri kalo gue baik-baik aja, en gue kangeee…n banget sama dia.”

“Beres… caw…” Mia nutup telefonnya.

Lara sedikit tenang. Ternyata, Giri juga kangen.

* * *

Pagi-pagi sekali Lara udah sampe di sekolah tercintanya. Ia cermatin untuk ngeliat keadaan sekelilingnya. Nggak lama, bibirnya tersenyum merekah. Ternyata dia juga kangen sama sekolahnya.

Suasana masih sepi. Dia lari ngiterin sekolah. Nggak peduli seberapa lelah dia berlari. Rasanya, dia mau terus berlari. Nikmatin sunyinya suasana sekolah, emang hal ini yang dia tunggu-tunggu dari malem tadi.

“Ra…”

Langkahnya terhenti pas ada seseorang yang manggil namanya. Lara menoleh kebelakang. Ia diam sesaat. Airmatanya sedikit demi sedikit ngalir di pipinya.

“Giri…?” Lara berlari kencang menuju Giri.

Giri pun demikian. Kemudian langkah mereka bertemu di tengah lapangan yang sunyi tanpa suara.

Giri belai rambut panjang Lara. “Ra… aku kangen banget sama kamu,”

“Kamu kira, aku nggak kangen sama kamu?!” ucapnya lemah, Lara masih dalam keadaan menangis.

“Udah dong, kamu jangan nangis lagi, ya… kamu tuh jelek kalo lagi nangis,” Giri mengusap airmata Lara. “Pokoknya, nggak ada lagi yang kayak gini ya…? Aku nggak mau jauh dari kamu…”

Lara tersenyum. Lalu mengangguk.

Matahari udah condong dikit ke Barat. Murid-murid mulai ramai penuhin sekolah. Sementara Lara dan Giri masih asyik berdua di kantin sekolah untuk saling nglepas kangen.

“Gimana selama aku nggak ada?” tanya Giri. Mulutnya terkatup di ujung sedotan.

Bete. Kamu…?”

“Ah, aku sih biasa aja nggak ada kamu,” jawab Giri cuek.

“Masa? Trus, siapa yang nyuruh Mia malem-malem untuk telepon aku? Nanyain keadaan aku?” sindir Lara.

Giri garuk-garuk kepala. “Mm… itu sih…”

“Trus, siapa juga yang pajang foto aku di atas meja belajar sekolah?” potong Lara kemudian.

“Wah, ember juga tuh si Mia,” komentar Giri.

“Trus, siapa lagi yang beliin Mia pulsa untuk nge-cek kabar aku kalo bukan kamu? Ngaku nggak?!” desak Lara.

“Iya deh, tuan putri…” ucap Giri memegang kedua tangan Lara. “Mm.. gimana sama lomba cerpennya?” tanyanya lagi mengalihkan pembicaraan.

Lara meletakkan kedua tangannya di dagunya. “Ngeles nih?” Lara nyengir kuda. “Ng… udah selesai sih, besok pengumuman pemenangnya udah keluar di SMU KELANA,”

“Aku do’ain, semoga usaha kamu nggak sia-sia,” ucap Giri.

“Ri, aku mau baca surat cinta kamu dong…” canda Lara.

“Surat cinta apa?”

“Itu… yang dari anak-anak kelas satu yang centil-centil itu…”

“Oo… udah aku balikin ke yang punya. Mia yang cerita, ya?”

Lara meringis. “Iya…”

Giri tersenyum kecut mendengan jawaban Lara. Dongkol banget hatinya. Awas kalo nanti ketemu Mia! Batin Giri dalam hati.

* * *

Suara sorak sorai ngeramein suasana di SMU KELANA. Lara yang ditemani Giri, Mia dan Pak Hendri udah ada di sana satu jam yang lalu untuk ngeliat hasil pengumuman lomba. Dada Lara kebat-kebit dibuatnya.

“Ra, gue yakin elo deh yang menang…” ucap Mia meyakinkan.

“Mudah-mudahan ya, Ra.” Sambung Giri.

Lara tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya. “Mudah-mudahan,”

“Dan pemenang pertama Lomba Karya Tulis Cerpen 2007 ini jatuh kepada SMU…ANGKASA!! Larasati Marsyafira…!!” ucap sang ketua dewan juri lantang.

Lara menangis sambil tersenyum. Sekali lagi ia membuat bangga SMU ANGKASA. Dengan bergantian, Mia dan Giri memeluk Lara.

“Selamet, Ra! Apa gue bilang, pasti elo yang menang…” Mia menepuk pundak Lara.

“Aku bangga sama kamu,” ujar Giri menatap dalam mata Lara.

Thank’s…”

“Lara, selamat! Pihak sekolah sangat bangga memiliki murid berprestasi seperti kamu,”

“Terima kasih, Pak.” bibir Lara mengembang.

Kemudian ia naik ke atas pentas untuk pengambilan hadiah, sekaligus memberikan kata sambutan dan ucapan terima kasih.

Perjuangan Lara jadi jomblo seminggu ternyata memiliki hikmah yang sangat besar baginya. Dan hari ini hari yang sangat membahagiakan untuk Lara. Memiliki sahabat sebaik Mia, dan memiliki kekasih seperti Giri. Bagi Lara ini adalah suatu anugerah yang paling indah yang terjadi di dalam hidupnya.

Minggu, 17 Januari 2010

Katana


Katana (刀) adalah pedang panjang Jepang (daitō, 大刀), walaupun di Jepang sendiri ini merujuk pada semua jenis pedang. Katana adalah kunyomi (sebutan Jepang) dari bentuk kanji 刀; sedangkan onyomi (sebutan Hanzi) karakter kanji tersebut adalah tō. Ia merujuk kepada pedang satu mata, melengkung yang khusus yang secara tradisi digunakan oleh samurai Jepang.

Katana biasanya dipasangkan dengan wakizashi atau shōtō, bentuknya mirip tapi dibuat lebih pendek, keduanya dipakai aleh anggota kelas ksatria. Kedua senjata dipakai bersama-sama disebut daishō, dan mewakili kekuatan sosial dan kehormatan pribadi samurai. Pedang panjang dipakai untuk pertempuran terbuka, sementara yang lebih pendek dipakai sebagai senjata sampingan (side arm), lebih cocok untuk menikam, pertempuran jarak dekat, dan seppuku (suatu bentuk ritual bunuh diri).

Katana terutama digunakan untuk memotong,dan diutamakan dipakai dengan dua pegangan tangan. Berbeda dengan kebanyakan pedang dari negara manapun, Katana memiliki cara peletakan yang berbeda pada pinggul pemakainya, tidak seperti pedang lain yang menyandang pedang dengan mata pedang mengarah ke bawah, katana justru sebaliknya, sehingga mata pedangnya mengarah ke atas, ini dimaksud untuk mempermudah seorang samurai dalam melakukan sumpah darah, cukup dengan menarik sedikit saja gagang pedang dan menggoresnya pada mata pedang. Sementara seni praktis penggunaan pedang untuk tujuannya semula telah usang, kenjutsu dan laijutsu beralih menjadi seni beladiri modern.

Pedang Jepang yang asli sekarang ini adalah barang yang langka, walaupun yang benar-benar antik dapat diperoleh dengan harga yang sangat mahal. Katana dan wakizashi modern hanya dibuat oleh sedikit praktisi berlisensi yang masih membuat kerajinan senjata ini sekarang, meskipun katana "Type 98" juga langka.